This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, December 18, 2012

Arguments For Protection


PROTEKSIONISME

Sejak pesatnya era perdagangan Internasional hingga sekarang tidak memungkiri hubungan yang terjadi diantara negara-negara di dunia ini. Dengan semakin terintegrasinya perdagangan Internasional, tentui hubungan perekonomian negara-negara akan semakin interdependent. Akan tetapi keadaan ini menyimpan beberapa permasalahan, terutama dengan semakin maraknya praktek neo-merkantilisme yang digadangi oleh Amerika Serikat yang sekarang ini sedang berada dipuncak perekonomian dunia.
Dalam praktek perdagangan bebas yang global, negara sering kali masih melakukan praktek proteksionisme, demi meningkatkan kesejahteraan domestik ketimbang kesejahteraan global.
Definisi Proteksionisme
Proteksionisme merupakan istilah generik yang digunakan untuk menjelaskan beberapa kebijakan yang melindungi produsen domestik dari kompetisi dengan produsen luar negeri. Proteksionisme juga sering disebut dengan Beggar-Thy-Neighbor-Policy yang artinya meningkatkan kesejahteraan domestik dengan memiskinkan tetangga, yang sekarang terkenal dengan sebutan neo-merkantilisme. Kebijakan ini biasa mengambil bentuk devaluasi mata uang asing, tarif, kuota, subsidi ekspor, dan strategi lain yang dapat melemahkan perdagangan partner atau tetangganya.
Argumen-Argumen Ekstrim Pro Proteksi
                Sebutan argument ekstrim—tanpa dasar yang kuat, dalam pandangan argumen ekstrim, proteksi sangat kontroversial. Ada empat argumen yang mendukung proteksionisme dilakukan oleh suatu negara. Berikut ini adalah argumen-argumen tersebut:
1.              Argumen tenaga kerja murah.
Argumen ini mengatakan bahwasannya proteksi terhadap sektor-sektor ekonomi dalam negeri terhadap tekanan persaingan impor adalah bahwa pemberlakuan hambatan-hambatan perdagangan merupakan suatu hal yang wajar dan diperlukan guna melindungi tenaga kerja domestik dari tekanan persaingan produk impor yang menggunakan tenaga kerja murah.
Namun, sekalipun tingkat upah domestik lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat upah di negara lain, biaya-biaya pemakaian tenaga kerja domestik itu bisa saja dibuat lebih rendah asalkan produktivitasnya cukup tinggi.
Artinya, negara yang memiliki tenaga kerja murah hendaknya dibiarkan melakukan spesialisasi produksi dan ekspor atas komoditi-komoditi yang padat karya, dan untuk perekonomian yang mengandalkan faktor produksi lain (missal modal) maka hendaknya berspesialisasi pula dalam produksi dan ekspor komoditi-komoditi yang padat modal.
2.              Argumen Tarif  Ilmiah
Argumen ini mengatakan bahwasannya proteksionisme patut diterapkan mengacu pada tariff ilmiah (scientific tariff). Dimana dikatakan tingkat tariff yang perlu diterapkan agar harga produk-produk impor sama dengan harga-harga domestik, karena menurut argumen ini hal tersebut memungkinkan para produsen domestik bersaing dengan produsen dari negara-negara lain.
Namun, bila argumen ini dilakukan, maka selisih harga internasional –yang menjadi landasan kerjasama perdagangan internasional- akan berkurang bahkan akan menghilang, sehingga akan hilang pula hubungan ekonomi antar negara tersebut dengan segala keuntungannya.
3.              Argumen ketenagakerjaan
Argumen ini mengatakan bahwa proteksi disuatu negara patut dilakukan untuk mengurangi dan menghindari pengangguran domestk. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa jika sebagian produk impor diganti dengan produk domestik, maka dengan sendirinya devisa bisa terhemat dan tenaga kerja di negara bersangkutan bisa terserap.
Namun, jika hal ini dilakukan maka tidak menutup kemungkinan negara lain akan melakukan tindakan pembalasan karena negara tetangga merasa dicurangi dan akan melakukan hal yang sama dengan negara yang melakukan proteksi. Dan jika semua negara melakukan hal sama maka pada akhirnya semua pihak akan mengalami kerugian dengan hilangnya hubungan perdagangan diantara mereka.
4.              Argumen neraca pembayaran
Menurut argumen ini proteksi perlu dilakukan demi mengatasi defisit neraca pembayaran suatu negara—yakni kelebihan pembayaran suatu negara kepada pihak luar negeri dari penerimaannya dari pihak luar negeri.
Namun, jika suatu negara memberlakukan proteksi dan melenyapkan defisit yang melilit neraca pembayaran, maka tindakan ini lambat laun akan dibalas atau ditiru oleh negara-negara lain sehingga pada akhirnya angka defisit neraca pembayarannya akan semakin besar.
Artinya, jika negara lain tidak melakukan hal sama maka mereka akan menanggung risiko yang ditimbulkan oleh pihak pertama secara sepihak. Jika arus ekspor mereka ke suatu negara asing dibatasi, maka dengan sendirinya mereka akan mengalami penurunan pemasukan devisa dan pengusaha ekspor akan dengan terpaksa gulung tikar sehingga akibatnya akan terjadi peningkatan pengguran di negara-negara bersangkutan.
Argumen Industri Bayi (Infant Industri)
                Pada dasarnya argumen industri bayi ini menyatakan bahwa proteksi perlu dilakukan dalam rangka melindungi industri-industri domestik yang masih bayi atau baru tumbuh, yang jika tidak diberi proteksi maka akan langsung terlindas oleh tekanan kompetisi produk-produk impor.
                Menurut pandangan ini, sebuah negara industri yang masih bayi memiliki potensi keuntungan komparatif dalam komoditi tertentu, namun karena terbatasnya teknologi dan tingkat output pertamanya, negara industri bayi ini sulit berkembang sebab sudah berus bersaing dengan industri yanh sudah jauh lebih mapan. Oleh karena itulah argumen ini mengatakan bahwa perlu menggunakan proteksi perdagangan secara temporer, demi membangun dan mengembangkan industri yang masih kecil dan rapuh menjadi industri yang mapan dan mampu bersaing.
                Namun argumen ini memiliki kelemahan tersendiri. Agar sektor industri domestik tersebut dapat mapan dan mamu bersaing dengan produsen-produsen asing, maka sejak awal ia harus memiliki tingkat keuntungan yang relative besar dan untuk itu ia harus memasang harga yang cukup tinggi bagi para konsumen domestik. Namun dalam kenyataannya justru menjadi manja dan tidak terdorong untuk segera memperbaiki diri.
                Argumen ini sendiri juga baru bisa dikatakan layak secara ilmiah jika dapat memenuhi beberapa persyaratan penting. Adapun hal-hal penting yang harus diperhatikan berkenaan dengan validitas argumen ini adalah:
1.              Keberlakukan argumen nampaknya lebih cocok dengan negara-negara berkembang,  ketimbang negara-negara maju.
2.              Pemerintah seringkali mengalami kesulitan dalam mengidentifikasikan sektor-sektor industri domestik yang paling berpotensial dan perlu diberi keistimewaan proteksi tersebut.
3.              Apa yang bisa dilakukan oleh suatu proteksi perdagangan, maka subsidi produksi ang setara bagi sektor industri bayi itu dapat melakukannya secara lebih baik.
Kebijakan Perdagangan Strategis
                Pada dasarnya argumen ini mendukung pemberlakuan tarif. Argumen ini tergolong kuat karena didasarkan pada kaidah-kaidah ilmu ekonomi yang jelas. Bahkan bisa dikatakan kebijakan perfagangan strategis ini merupakan jalan tengah untuk memadukan kekuatan perdagangan bebas dan daya tarik proteksionisme. Menurut argumen ini, sebuah negara dapat menciptakan keuntungan komparatif dalam bidang industri-industri berteknologi tinggi yang paling berpotensi menjadi andalan perekonomian secara keseluruhan dimasa mendatang.
                Sasaran argumen ini mirip dengan tujuan dari argumen industri bayi namun perbedaan yang paling mencolok adalah jika argumen industri bayi cocok diterapkan dalam perekonomian yang masih bayi maka argumen perdagangan strategis lebih cocok untuk negara-negara maju yang sudah memiliki kapabilitas dalam mengembangkan sektor-sektor industri berteknologi tinggi.
Kemudian selain daripada itu, para ekonom berpendapat bahwa kemajuan luar biasa dalam bidang industri dan teknologi yang diraih Jepang seusai PDII terutama karen kebijakan-kebijakan industri dan perdagangan strategisnya. Dalam beberapa waktu para ekonom menemukan bahwa ada dua penyebab kegagalan pasar, yaitu:
1.              Ketidakmampuan perusahaan-perusahaan didalam industri-industri berteknologi tinggi untuk menerima keuntungan yang menjadi hak mereka atas sumbangannya kepada pengetahuan produksi yang kemudian juga mengalir ke  perusahaan-perusahaan lain, dan
2.              Berkembanya keuntungan monopoli di industri-industri yang bersifat oligopolistik serta sangat terkonsenterasi.
Sehingga memang beralasan jika negara sector industri berteknologi tinggi yang bertumpu pada investasi dari kedua diatas merupakan bagian utama dari kegiatan usahanya.
Persoalan bagi kebijakan industri adalah, meskipun perusahaan-perusahaan pelopor teknologi tinggi memang selalu dapat mengambil keuntungan dari investasi dalam ilmu pengetahuan mereka, mereka biasanya tidak akan dapat menikmati seluruh keuntungan yang dibuahkan oleh teknologi baru yang mereka upayakan. Selanjutnya, sekalipun perusahaan-perusahaan yang aktif berkecimpung dalamindustri-industri berteknologi tinggi dapat membuktikan betapa besarnya eksternalitas yang harus mereka pikul, tetap saja insentif bagi suatu negara untuk menyokong industri-industri ini adalah relatif kecil. Persoalan-persoalan ini tidak luput keduanya karena industri-industri lain yang meniru gagasan-gagasan atau tekhnik-tekhnik baru itu.
Untuk menjawab hal itu, seorang ekonomi bernama Barbara Spencer dan James Brander, menempatkan kegagalan pasar sebagai alasan baku yang membenarkan campur tangan oleh pemerintah jika kondisi persaingan sempurna yang ideal tidak terpenuhi. Mereka menegaskan bahwa hanya sedikit perusahaan yang bersaing secara efektif sehingga asumsi-asumsi persaingan sempurna tidak terpenuhi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali tercipta imbalan yang berlebihan disektor ekonomi yang bersangkutan. Yang artinya, perusahaan-perusahaan di sector industri tersebut akan meraih keuntungan lebih besar dari tingkat keuntungan yang dicapai oleh investasi beriko lainnya.
Spencer dan Brander menyatakan bahwa, dalam hal ini, pemerintah berperan penting untuk melakukan campur tangan untuk mengubah aturan mainnya, demi mengalihkan imbalan yang berlebih tersebutdari perusahaan asing ke perusahaan domestik.
                Secara teoritis kebijakan perdagangan strategis dapat memperbaiki mekanisme pasar dan hasil-hasilnya, memperbesar ekonomi eksternal dan meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan di suatu negara. Namun para pencipta dan pendukung pun mengakui bahwa adanya kesulitan-kesulitan yang terkandung didalamnya, yakni:
1.              Dalam kenyataannya sangat sulit untuk memilih sector-sektor industri yang paling berpotensi guna menjadi andalan.
2.              Karena sebagian besar negara industri majau terkemuka menerapkan kebijakan-kebijakan perdagangan strategis dalam waktu bersamaan, maka dampaknya akan ternetralisir dan pada akhirnya keuntungan menjadi kecil.
3.              Jika negara sudah mencapai keberhasilan dari penerapan kebijakan perdagagnan strategisnya, maka keberhasilannya itu hanya tercipta atas pengorbanan atau kerugian negara lain, dan selanjutnya mereka pasti akan mengadakan tindakan pembalasan.
Siapa Yang Memperoleh Proteksi?
                Para ekomom telah mengembangkan teori-teori khusus berkenaan dengan kelompok-kelompok dan sector-sektor industri tertentu yang mendapatkan keistimewaan proteksi. Di negara-negara industri pada umumnya proteksi cenderung diberikan kepada sector-sektor industri yang menyerap tenaga kerja banyak, khususnya tenaga kerja non-terampil berupah rendah yang akan sulit menemukan pekerjaan lain seandainya  mereka kehilangan pekerjaan yang sudah ada.
                Namun disisi lain ada kelompok mengajukan rumusan yang berbeda yaitu yang disebut dengan teori kelompok penekan. Teori tersebut mengatakan bahwa dalam kenyataannya yang paling banyak menerima proteksi bukanlah industri dengan banyak penyerapan tenaga kerja melainkan insdustri-industri teroganisir serta memiliki tradisi politik yang cukup kuat.
                Dalam teori  lain juga mengemukakan bahwa industri yang patut mendapatkan proteksi adalah industri yang dapat menghasilkan banyak produk konsumen, bukan industri yang hanya menghasilkan produk-produk setengah jadi yang digunakan sebagai input industri lainnya. Alasannya adalag industri penghasil produksi setengah jadi itu memang tidak terlalu memerlukan proteksi karena mereka sendiri sudah memiliki kekuatan dan daya protek internal.               
Namun, lebih jauh tampaknya proteksi lebih banyak diberikan kepada industri-industri yang satu sama lain secara geografis terpencar namun menyerap banyak tenaga kerja ketimbang industri-industri yang terpusat dikawasan yang sama dan menyerap relative sedikit tenaga kerja. Ini jelas terlihat bahwa pemerintah akan memberikan proteksi kepada industri yang semakin banyak penyerapan tenaga kerjanya.
                Teori lain mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan perdagangan yanga ada biasanya menjurus pada usaha pemeliharaan status-quo. Artinya, sebuah industri mendapatkan proteksi biasanya sudah pernah menikmati proteksi sama dalam masa-masa sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa industri yang pernah mendapatkan proteksi maka akan cenderung untuk mempertahankannya.
                Yang terakhir, proteksi akan mudah didapatkan oleh industri-industri yang bersaing dengan produk yang berasal dari negara-negara berkembang. Karena pada umumnya tidak memiliki kekuatan ekonomi dan politik sebesar yang dimiliki negara- negara industri maju yang dalam kenyataannya memang lebih berhasil membendung restriksi perdagangan terhadap ekspor mereka.






Daftar Pustaka

Krugman. Paul, R. dan Maurice Obstfeld, 1994, Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakannya, Edisi Ke-2. PT Grafindo Persada: Jakarta.
Salvatore, Dominick, 2004,  Ekonomi Internasional, Edisi Ke-5. Drs. Haris Munandar, Penerbit Erlangga: Jakarta.


Gusti Pares
Jurusan Akuntansi UNSRI
01111003037

Arguments For Protection


PROTEKSIONISME

Sejak pesatnya era perdagangan Internasional hingga sekarang tidak memungkiri hubungan yang terjadi diantara negara-negara di dunia ini. Dengan semakin terintegrasinya perdagangan Internasional, tentui hubungan perekonomian negara-negara akan semakin interdependent. Akan tetapi keadaan ini menyimpan beberapa permasalahan, terutama dengan semakin maraknya praktek neo-merkantilisme yang digadangi oleh Amerika Serikat yang sekarang ini sedang berada dipuncak perekonomian dunia.
Dalam praktek perdagangan bebas yang global, negara sering kali masih melakukan praktek proteksionisme, demi meningkatkan kesejahteraan domestik ketimbang kesejahteraan global.
Definisi Proteksionisme
Proteksionisme merupakan istilah generik yang digunakan untuk menjelaskan beberapa kebijakan yang melindungi produsen domestik dari kompetisi dengan produsen luar negeri. Proteksionisme juga sering disebut dengan Beggar-Thy-Neighbor-Policy yang artinya meningkatkan kesejahteraan domestik dengan memiskinkan tetangga, yang sekarang terkenal dengan sebutan neo-merkantilisme. Kebijakan ini biasa mengambil bentuk devaluasi mata uang asing, tarif, kuota, subsidi ekspor, dan strategi lain yang dapat melemahkan perdagangan partner atau tetangganya.
Argumen-Argumen Ekstrim Pro Proteksi
                Sebutan argument ekstrim—tanpa dasar yang kuat, dalam pandangan argumen ekstrim, proteksi sangat kontroversial. Ada empat argumen yang mendukung proteksionisme dilakukan oleh suatu negara. Berikut ini adalah argumen-argumen tersebut:
1.              Argumen tenaga kerja murah.
Argumen ini mengatakan bahwasannya proteksi terhadap sektor-sektor ekonomi dalam negeri terhadap tekanan persaingan impor adalah bahwa pemberlakuan hambatan-hambatan perdagangan merupakan suatu hal yang wajar dan diperlukan guna melindungi tenaga kerja domestik dari tekanan persaingan produk impor yang menggunakan tenaga kerja murah.
Namun, sekalipun tingkat upah domestik lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat upah di negara lain, biaya-biaya pemakaian tenaga kerja domestik itu bisa saja dibuat lebih rendah asalkan produktivitasnya cukup tinggi.
Artinya, negara yang memiliki tenaga kerja murah hendaknya dibiarkan melakukan spesialisasi produksi dan ekspor atas komoditi-komoditi yang padat karya, dan untuk perekonomian yang mengandalkan faktor produksi lain (missal modal) maka hendaknya berspesialisasi pula dalam produksi dan ekspor komoditi-komoditi yang padat modal.
2.              Argumen Tarif  Ilmiah
Argumen ini mengatakan bahwasannya proteksionisme patut diterapkan mengacu pada tariff ilmiah (scientific tariff). Dimana dikatakan tingkat tariff yang perlu diterapkan agar harga produk-produk impor sama dengan harga-harga domestik, karena menurut argumen ini hal tersebut memungkinkan para produsen domestik bersaing dengan produsen dari negara-negara lain.
Namun, bila argumen ini dilakukan, maka selisih harga internasional –yang menjadi landasan kerjasama perdagangan internasional- akan berkurang bahkan akan menghilang, sehingga akan hilang pula hubungan ekonomi antar negara tersebut dengan segala keuntungannya.
3.              Argumen ketenagakerjaan
Argumen ini mengatakan bahwa proteksi disuatu negara patut dilakukan untuk mengurangi dan menghindari pengangguran domestk. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa jika sebagian produk impor diganti dengan produk domestik, maka dengan sendirinya devisa bisa terhemat dan tenaga kerja di negara bersangkutan bisa terserap.
Namun, jika hal ini dilakukan maka tidak menutup kemungkinan negara lain akan melakukan tindakan pembalasan karena negara tetangga merasa dicurangi dan akan melakukan hal yang sama dengan negara yang melakukan proteksi. Dan jika semua negara melakukan hal sama maka pada akhirnya semua pihak akan mengalami kerugian dengan hilangnya hubungan perdagangan diantara mereka.
4.              Argumen neraca pembayaran
Menurut argumen ini proteksi perlu dilakukan demi mengatasi defisit neraca pembayaran suatu negara—yakni kelebihan pembayaran suatu negara kepada pihak luar negeri dari penerimaannya dari pihak luar negeri.
Namun, jika suatu negara memberlakukan proteksi dan melenyapkan defisit yang melilit neraca pembayaran, maka tindakan ini lambat laun akan dibalas atau ditiru oleh negara-negara lain sehingga pada akhirnya angka defisit neraca pembayarannya akan semakin besar.
Artinya, jika negara lain tidak melakukan hal sama maka mereka akan menanggung risiko yang ditimbulkan oleh pihak pertama secara sepihak. Jika arus ekspor mereka ke suatu negara asing dibatasi, maka dengan sendirinya mereka akan mengalami penurunan pemasukan devisa dan pengusaha ekspor akan dengan terpaksa gulung tikar sehingga akibatnya akan terjadi peningkatan pengguran di negara-negara bersangkutan.
Argumen Industri Bayi (Infant Industri)
                Pada dasarnya argumen industri bayi ini menyatakan bahwa proteksi perlu dilakukan dalam rangka melindungi industri-industri domestik yang masih bayi atau baru tumbuh, yang jika tidak diberi proteksi maka akan langsung terlindas oleh tekanan kompetisi produk-produk impor.
                Menurut pandangan ini, sebuah negara industri yang masih bayi memiliki potensi keuntungan komparatif dalam komoditi tertentu, namun karena terbatasnya teknologi dan tingkat output pertamanya, negara industri bayi ini sulit berkembang sebab sudah berus bersaing dengan industri yanh sudah jauh lebih mapan. Oleh karena itulah argumen ini mengatakan bahwa perlu menggunakan proteksi perdagangan secara temporer, demi membangun dan mengembangkan industri yang masih kecil dan rapuh menjadi industri yang mapan dan mampu bersaing.
                Namun argumen ini memiliki kelemahan tersendiri. Agar sektor industri domestik tersebut dapat mapan dan mamu bersaing dengan produsen-produsen asing, maka sejak awal ia harus memiliki tingkat keuntungan yang relative besar dan untuk itu ia harus memasang harga yang cukup tinggi bagi para konsumen domestik. Namun dalam kenyataannya justru menjadi manja dan tidak terdorong untuk segera memperbaiki diri.
                Argumen ini sendiri juga baru bisa dikatakan layak secara ilmiah jika dapat memenuhi beberapa persyaratan penting. Adapun hal-hal penting yang harus diperhatikan berkenaan dengan validitas argumen ini adalah:
1.              Keberlakukan argumen nampaknya lebih cocok dengan negara-negara berkembang,  ketimbang negara-negara maju.
2.              Pemerintah seringkali mengalami kesulitan dalam mengidentifikasikan sektor-sektor industri domestik yang paling berpotensial dan perlu diberi keistimewaan proteksi tersebut.
3.              Apa yang bisa dilakukan oleh suatu proteksi perdagangan, maka subsidi produksi ang setara bagi sektor industri bayi itu dapat melakukannya secara lebih baik.
Kebijakan Perdagangan Strategis
                Pada dasarnya argumen ini mendukung pemberlakuan tarif. Argumen ini tergolong kuat karena didasarkan pada kaidah-kaidah ilmu ekonomi yang jelas. Bahkan bisa dikatakan kebijakan perfagangan strategis ini merupakan jalan tengah untuk memadukan kekuatan perdagangan bebas dan daya tarik proteksionisme. Menurut argumen ini, sebuah negara dapat menciptakan keuntungan komparatif dalam bidang industri-industri berteknologi tinggi yang paling berpotensi menjadi andalan perekonomian secara keseluruhan dimasa mendatang.
                Sasaran argumen ini mirip dengan tujuan dari argumen industri bayi namun perbedaan yang paling mencolok adalah jika argumen industri bayi cocok diterapkan dalam perekonomian yang masih bayi maka argumen perdagangan strategis lebih cocok untuk negara-negara maju yang sudah memiliki kapabilitas dalam mengembangkan sektor-sektor industri berteknologi tinggi.
Kemudian selain daripada itu, para ekonom berpendapat bahwa kemajuan luar biasa dalam bidang industri dan teknologi yang diraih Jepang seusai PDII terutama karen kebijakan-kebijakan industri dan perdagangan strategisnya. Dalam beberapa waktu para ekonom menemukan bahwa ada dua penyebab kegagalan pasar, yaitu:
1.              Ketidakmampuan perusahaan-perusahaan didalam industri-industri berteknologi tinggi untuk menerima keuntungan yang menjadi hak mereka atas sumbangannya kepada pengetahuan produksi yang kemudian juga mengalir ke  perusahaan-perusahaan lain, dan
2.              Berkembanya keuntungan monopoli di industri-industri yang bersifat oligopolistik serta sangat terkonsenterasi.
Sehingga memang beralasan jika negara sector industri berteknologi tinggi yang bertumpu pada investasi dari kedua diatas merupakan bagian utama dari kegiatan usahanya.
Persoalan bagi kebijakan industri adalah, meskipun perusahaan-perusahaan pelopor teknologi tinggi memang selalu dapat mengambil keuntungan dari investasi dalam ilmu pengetahuan mereka, mereka biasanya tidak akan dapat menikmati seluruh keuntungan yang dibuahkan oleh teknologi baru yang mereka upayakan. Selanjutnya, sekalipun perusahaan-perusahaan yang aktif berkecimpung dalamindustri-industri berteknologi tinggi dapat membuktikan betapa besarnya eksternalitas yang harus mereka pikul, tetap saja insentif bagi suatu negara untuk menyokong industri-industri ini adalah relatif kecil. Persoalan-persoalan ini tidak luput keduanya karena industri-industri lain yang meniru gagasan-gagasan atau tekhnik-tekhnik baru itu.
Untuk menjawab hal itu, seorang ekonomi bernama Barbara Spencer dan James Brander, menempatkan kegagalan pasar sebagai alasan baku yang membenarkan campur tangan oleh pemerintah jika kondisi persaingan sempurna yang ideal tidak terpenuhi. Mereka menegaskan bahwa hanya sedikit perusahaan yang bersaing secara efektif sehingga asumsi-asumsi persaingan sempurna tidak terpenuhi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali tercipta imbalan yang berlebihan disektor ekonomi yang bersangkutan. Yang artinya, perusahaan-perusahaan di sector industri tersebut akan meraih keuntungan lebih besar dari tingkat keuntungan yang dicapai oleh investasi beriko lainnya.
Spencer dan Brander menyatakan bahwa, dalam hal ini, pemerintah berperan penting untuk melakukan campur tangan untuk mengubah aturan mainnya, demi mengalihkan imbalan yang berlebih tersebutdari perusahaan asing ke perusahaan domestik.
                Secara teoritis kebijakan perdagangan strategis dapat memperbaiki mekanisme pasar dan hasil-hasilnya, memperbesar ekonomi eksternal dan meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan di suatu negara. Namun para pencipta dan pendukung pun mengakui bahwa adanya kesulitan-kesulitan yang terkandung didalamnya, yakni:
1.              Dalam kenyataannya sangat sulit untuk memilih sector-sektor industri yang paling berpotensi guna menjadi andalan.
2.              Karena sebagian besar negara industri majau terkemuka menerapkan kebijakan-kebijakan perdagangan strategis dalam waktu bersamaan, maka dampaknya akan ternetralisir dan pada akhirnya keuntungan menjadi kecil.
3.              Jika negara sudah mencapai keberhasilan dari penerapan kebijakan perdagagnan strategisnya, maka keberhasilannya itu hanya tercipta atas pengorbanan atau kerugian negara lain, dan selanjutnya mereka pasti akan mengadakan tindakan pembalasan.
Siapa Yang Memperoleh Proteksi?
                Para ekomom telah mengembangkan teori-teori khusus berkenaan dengan kelompok-kelompok dan sector-sektor industri tertentu yang mendapatkan keistimewaan proteksi. Di negara-negara industri pada umumnya proteksi cenderung diberikan kepada sector-sektor industri yang menyerap tenaga kerja banyak, khususnya tenaga kerja non-terampil berupah rendah yang akan sulit menemukan pekerjaan lain seandainya  mereka kehilangan pekerjaan yang sudah ada.
                Namun disisi lain ada kelompok mengajukan rumusan yang berbeda yaitu yang disebut dengan teori kelompok penekan. Teori tersebut mengatakan bahwa dalam kenyataannya yang paling banyak menerima proteksi bukanlah industri dengan banyak penyerapan tenaga kerja melainkan insdustri-industri teroganisir serta memiliki tradisi politik yang cukup kuat.
                Dalam teori  lain juga mengemukakan bahwa industri yang patut mendapatkan proteksi adalah industri yang dapat menghasilkan banyak produk konsumen, bukan industri yang hanya menghasilkan produk-produk setengah jadi yang digunakan sebagai input industri lainnya. Alasannya adalag industri penghasil produksi setengah jadi itu memang tidak terlalu memerlukan proteksi karena mereka sendiri sudah memiliki kekuatan dan daya protek internal.               
Namun, lebih jauh tampaknya proteksi lebih banyak diberikan kepada industri-industri yang satu sama lain secara geografis terpencar namun menyerap banyak tenaga kerja ketimbang industri-industri yang terpusat dikawasan yang sama dan menyerap relative sedikit tenaga kerja. Ini jelas terlihat bahwa pemerintah akan memberikan proteksi kepada industri yang semakin banyak penyerapan tenaga kerjanya.
                Teori lain mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan perdagangan yanga ada biasanya menjurus pada usaha pemeliharaan status-quo. Artinya, sebuah industri mendapatkan proteksi biasanya sudah pernah menikmati proteksi sama dalam masa-masa sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa industri yang pernah mendapatkan proteksi maka akan cenderung untuk mempertahankannya.
                Yang terakhir, proteksi akan mudah didapatkan oleh industri-industri yang bersaing dengan produk yang berasal dari negara-negara berkembang. Karena pada umumnya tidak memiliki kekuatan ekonomi dan politik sebesar yang dimiliki negara- negara industri maju yang dalam kenyataannya memang lebih berhasil membendung restriksi perdagangan terhadap ekspor mereka.






Daftar Pustaka

Krugman. Paul, R. dan Maurice Obstfeld, 1994, Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakannya, Edisi Ke-2. PT Grafindo Persada: Jakarta.
Salvatore, Dominick, 2004,  Ekonomi Internasional, Edisi Ke-5. Drs. Haris Munandar, Penerbit Erlangga: Jakarta.


Gusti Pares
Jurusan Akuntansi UNSRI
01111003037

Arguments For Protection


PROTEKSIONISME

Sejak pesatnya era perdagangan Internasional hingga sekarang tidak memungkiri hubungan yang terjadi diantara negara-negara di dunia ini. Dengan semakin terintegrasinya perdagangan Internasional, tentui hubungan perekonomian negara-negara akan semakin interdependent. Akan tetapi keadaan ini menyimpan beberapa permasalahan, terutama dengan semakin maraknya praktek neo-merkantilisme yang digadangi oleh Amerika Serikat yang sekarang ini sedang berada dipuncak perekonomian dunia.
Dalam praktek perdagangan bebas yang global, negara sering kali masih melakukan praktek proteksionisme, demi meningkatkan kesejahteraan domestik ketimbang kesejahteraan global.
Definisi Proteksionisme
Proteksionisme merupakan istilah generik yang digunakan untuk menjelaskan beberapa kebijakan yang melindungi produsen domestik dari kompetisi dengan produsen luar negeri. Proteksionisme juga sering disebut dengan Beggar-Thy-Neighbor-Policy yang artinya meningkatkan kesejahteraan domestik dengan memiskinkan tetangga, yang sekarang terkenal dengan sebutan neo-merkantilisme. Kebijakan ini biasa mengambil bentuk devaluasi mata uang asing, tarif, kuota, subsidi ekspor, dan strategi lain yang dapat melemahkan perdagangan partner atau tetangganya.
Argumen-Argumen Ekstrim Pro Proteksi
                Sebutan argument ekstrim—tanpa dasar yang kuat, dalam pandangan argumen ekstrim, proteksi sangat kontroversial. Ada empat argumen yang mendukung proteksionisme dilakukan oleh suatu negara. Berikut ini adalah argumen-argumen tersebut:
1.              Argumen tenaga kerja murah.
Argumen ini mengatakan bahwasannya proteksi terhadap sektor-sektor ekonomi dalam negeri terhadap tekanan persaingan impor adalah bahwa pemberlakuan hambatan-hambatan perdagangan merupakan suatu hal yang wajar dan diperlukan guna melindungi tenaga kerja domestik dari tekanan persaingan produk impor yang menggunakan tenaga kerja murah.
Namun, sekalipun tingkat upah domestik lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat upah di negara lain, biaya-biaya pemakaian tenaga kerja domestik itu bisa saja dibuat lebih rendah asalkan produktivitasnya cukup tinggi.
Artinya, negara yang memiliki tenaga kerja murah hendaknya dibiarkan melakukan spesialisasi produksi dan ekspor atas komoditi-komoditi yang padat karya, dan untuk perekonomian yang mengandalkan faktor produksi lain (missal modal) maka hendaknya berspesialisasi pula dalam produksi dan ekspor komoditi-komoditi yang padat modal.
2.              Argumen Tarif  Ilmiah
Argumen ini mengatakan bahwasannya proteksionisme patut diterapkan mengacu pada tariff ilmiah (scientific tariff). Dimana dikatakan tingkat tariff yang perlu diterapkan agar harga produk-produk impor sama dengan harga-harga domestik, karena menurut argumen ini hal tersebut memungkinkan para produsen domestik bersaing dengan produsen dari negara-negara lain.
Namun, bila argumen ini dilakukan, maka selisih harga internasional –yang menjadi landasan kerjasama perdagangan internasional- akan berkurang bahkan akan menghilang, sehingga akan hilang pula hubungan ekonomi antar negara tersebut dengan segala keuntungannya.
3.              Argumen ketenagakerjaan
Argumen ini mengatakan bahwa proteksi disuatu negara patut dilakukan untuk mengurangi dan menghindari pengangguran domestk. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa jika sebagian produk impor diganti dengan produk domestik, maka dengan sendirinya devisa bisa terhemat dan tenaga kerja di negara bersangkutan bisa terserap.
Namun, jika hal ini dilakukan maka tidak menutup kemungkinan negara lain akan melakukan tindakan pembalasan karena negara tetangga merasa dicurangi dan akan melakukan hal yang sama dengan negara yang melakukan proteksi. Dan jika semua negara melakukan hal sama maka pada akhirnya semua pihak akan mengalami kerugian dengan hilangnya hubungan perdagangan diantara mereka.
4.              Argumen neraca pembayaran
Menurut argumen ini proteksi perlu dilakukan demi mengatasi defisit neraca pembayaran suatu negara—yakni kelebihan pembayaran suatu negara kepada pihak luar negeri dari penerimaannya dari pihak luar negeri.
Namun, jika suatu negara memberlakukan proteksi dan melenyapkan defisit yang melilit neraca pembayaran, maka tindakan ini lambat laun akan dibalas atau ditiru oleh negara-negara lain sehingga pada akhirnya angka defisit neraca pembayarannya akan semakin besar.
Artinya, jika negara lain tidak melakukan hal sama maka mereka akan menanggung risiko yang ditimbulkan oleh pihak pertama secara sepihak. Jika arus ekspor mereka ke suatu negara asing dibatasi, maka dengan sendirinya mereka akan mengalami penurunan pemasukan devisa dan pengusaha ekspor akan dengan terpaksa gulung tikar sehingga akibatnya akan terjadi peningkatan pengguran di negara-negara bersangkutan.
Argumen Industri Bayi (Infant Industri)
                Pada dasarnya argumen industri bayi ini menyatakan bahwa proteksi perlu dilakukan dalam rangka melindungi industri-industri domestik yang masih bayi atau baru tumbuh, yang jika tidak diberi proteksi maka akan langsung terlindas oleh tekanan kompetisi produk-produk impor.
                Menurut pandangan ini, sebuah negara industri yang masih bayi memiliki potensi keuntungan komparatif dalam komoditi tertentu, namun karena terbatasnya teknologi dan tingkat output pertamanya, negara industri bayi ini sulit berkembang sebab sudah berus bersaing dengan industri yanh sudah jauh lebih mapan. Oleh karena itulah argumen ini mengatakan bahwa perlu menggunakan proteksi perdagangan secara temporer, demi membangun dan mengembangkan industri yang masih kecil dan rapuh menjadi industri yang mapan dan mampu bersaing.
                Namun argumen ini memiliki kelemahan tersendiri. Agar sektor industri domestik tersebut dapat mapan dan mamu bersaing dengan produsen-produsen asing, maka sejak awal ia harus memiliki tingkat keuntungan yang relative besar dan untuk itu ia harus memasang harga yang cukup tinggi bagi para konsumen domestik. Namun dalam kenyataannya justru menjadi manja dan tidak terdorong untuk segera memperbaiki diri.
                Argumen ini sendiri juga baru bisa dikatakan layak secara ilmiah jika dapat memenuhi beberapa persyaratan penting. Adapun hal-hal penting yang harus diperhatikan berkenaan dengan validitas argumen ini adalah:
1.              Keberlakukan argumen nampaknya lebih cocok dengan negara-negara berkembang,  ketimbang negara-negara maju.
2.              Pemerintah seringkali mengalami kesulitan dalam mengidentifikasikan sektor-sektor industri domestik yang paling berpotensial dan perlu diberi keistimewaan proteksi tersebut.
3.              Apa yang bisa dilakukan oleh suatu proteksi perdagangan, maka subsidi produksi ang setara bagi sektor industri bayi itu dapat melakukannya secara lebih baik.
Kebijakan Perdagangan Strategis
                Pada dasarnya argumen ini mendukung pemberlakuan tarif. Argumen ini tergolong kuat karena didasarkan pada kaidah-kaidah ilmu ekonomi yang jelas. Bahkan bisa dikatakan kebijakan perfagangan strategis ini merupakan jalan tengah untuk memadukan kekuatan perdagangan bebas dan daya tarik proteksionisme. Menurut argumen ini, sebuah negara dapat menciptakan keuntungan komparatif dalam bidang industri-industri berteknologi tinggi yang paling berpotensi menjadi andalan perekonomian secara keseluruhan dimasa mendatang.
                Sasaran argumen ini mirip dengan tujuan dari argumen industri bayi namun perbedaan yang paling mencolok adalah jika argumen industri bayi cocok diterapkan dalam perekonomian yang masih bayi maka argumen perdagangan strategis lebih cocok untuk negara-negara maju yang sudah memiliki kapabilitas dalam mengembangkan sektor-sektor industri berteknologi tinggi.
Kemudian selain daripada itu, para ekonom berpendapat bahwa kemajuan luar biasa dalam bidang industri dan teknologi yang diraih Jepang seusai PDII terutama karen kebijakan-kebijakan industri dan perdagangan strategisnya. Dalam beberapa waktu para ekonom menemukan bahwa ada dua penyebab kegagalan pasar, yaitu:
1.              Ketidakmampuan perusahaan-perusahaan didalam industri-industri berteknologi tinggi untuk menerima keuntungan yang menjadi hak mereka atas sumbangannya kepada pengetahuan produksi yang kemudian juga mengalir ke  perusahaan-perusahaan lain, dan
2.              Berkembanya keuntungan monopoli di industri-industri yang bersifat oligopolistik serta sangat terkonsenterasi.
Sehingga memang beralasan jika negara sector industri berteknologi tinggi yang bertumpu pada investasi dari kedua diatas merupakan bagian utama dari kegiatan usahanya.
Persoalan bagi kebijakan industri adalah, meskipun perusahaan-perusahaan pelopor teknologi tinggi memang selalu dapat mengambil keuntungan dari investasi dalam ilmu pengetahuan mereka, mereka biasanya tidak akan dapat menikmati seluruh keuntungan yang dibuahkan oleh teknologi baru yang mereka upayakan. Selanjutnya, sekalipun perusahaan-perusahaan yang aktif berkecimpung dalamindustri-industri berteknologi tinggi dapat membuktikan betapa besarnya eksternalitas yang harus mereka pikul, tetap saja insentif bagi suatu negara untuk menyokong industri-industri ini adalah relatif kecil. Persoalan-persoalan ini tidak luput keduanya karena industri-industri lain yang meniru gagasan-gagasan atau tekhnik-tekhnik baru itu.
Untuk menjawab hal itu, seorang ekonomi bernama Barbara Spencer dan James Brander, menempatkan kegagalan pasar sebagai alasan baku yang membenarkan campur tangan oleh pemerintah jika kondisi persaingan sempurna yang ideal tidak terpenuhi. Mereka menegaskan bahwa hanya sedikit perusahaan yang bersaing secara efektif sehingga asumsi-asumsi persaingan sempurna tidak terpenuhi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali tercipta imbalan yang berlebihan disektor ekonomi yang bersangkutan. Yang artinya, perusahaan-perusahaan di sector industri tersebut akan meraih keuntungan lebih besar dari tingkat keuntungan yang dicapai oleh investasi beriko lainnya.
Spencer dan Brander menyatakan bahwa, dalam hal ini, pemerintah berperan penting untuk melakukan campur tangan untuk mengubah aturan mainnya, demi mengalihkan imbalan yang berlebih tersebutdari perusahaan asing ke perusahaan domestik.
                Secara teoritis kebijakan perdagangan strategis dapat memperbaiki mekanisme pasar dan hasil-hasilnya, memperbesar ekonomi eksternal dan meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan di suatu negara. Namun para pencipta dan pendukung pun mengakui bahwa adanya kesulitan-kesulitan yang terkandung didalamnya, yakni:
1.              Dalam kenyataannya sangat sulit untuk memilih sector-sektor industri yang paling berpotensi guna menjadi andalan.
2.              Karena sebagian besar negara industri majau terkemuka menerapkan kebijakan-kebijakan perdagangan strategis dalam waktu bersamaan, maka dampaknya akan ternetralisir dan pada akhirnya keuntungan menjadi kecil.
3.              Jika negara sudah mencapai keberhasilan dari penerapan kebijakan perdagagnan strategisnya, maka keberhasilannya itu hanya tercipta atas pengorbanan atau kerugian negara lain, dan selanjutnya mereka pasti akan mengadakan tindakan pembalasan.
Siapa Yang Memperoleh Proteksi?
                Para ekomom telah mengembangkan teori-teori khusus berkenaan dengan kelompok-kelompok dan sector-sektor industri tertentu yang mendapatkan keistimewaan proteksi. Di negara-negara industri pada umumnya proteksi cenderung diberikan kepada sector-sektor industri yang menyerap tenaga kerja banyak, khususnya tenaga kerja non-terampil berupah rendah yang akan sulit menemukan pekerjaan lain seandainya  mereka kehilangan pekerjaan yang sudah ada.
                Namun disisi lain ada kelompok mengajukan rumusan yang berbeda yaitu yang disebut dengan teori kelompok penekan. Teori tersebut mengatakan bahwa dalam kenyataannya yang paling banyak menerima proteksi bukanlah industri dengan banyak penyerapan tenaga kerja melainkan insdustri-industri teroganisir serta memiliki tradisi politik yang cukup kuat.
                Dalam teori  lain juga mengemukakan bahwa industri yang patut mendapatkan proteksi adalah industri yang dapat menghasilkan banyak produk konsumen, bukan industri yang hanya menghasilkan produk-produk setengah jadi yang digunakan sebagai input industri lainnya. Alasannya adalag industri penghasil produksi setengah jadi itu memang tidak terlalu memerlukan proteksi karena mereka sendiri sudah memiliki kekuatan dan daya protek internal.               
Namun, lebih jauh tampaknya proteksi lebih banyak diberikan kepada industri-industri yang satu sama lain secara geografis terpencar namun menyerap banyak tenaga kerja ketimbang industri-industri yang terpusat dikawasan yang sama dan menyerap relative sedikit tenaga kerja. Ini jelas terlihat bahwa pemerintah akan memberikan proteksi kepada industri yang semakin banyak penyerapan tenaga kerjanya.
                Teori lain mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan perdagangan yanga ada biasanya menjurus pada usaha pemeliharaan status-quo. Artinya, sebuah industri mendapatkan proteksi biasanya sudah pernah menikmati proteksi sama dalam masa-masa sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa industri yang pernah mendapatkan proteksi maka akan cenderung untuk mempertahankannya.
                Yang terakhir, proteksi akan mudah didapatkan oleh industri-industri yang bersaing dengan produk yang berasal dari negara-negara berkembang. Karena pada umumnya tidak memiliki kekuatan ekonomi dan politik sebesar yang dimiliki negara- negara industri maju yang dalam kenyataannya memang lebih berhasil membendung restriksi perdagangan terhadap ekspor mereka.






Daftar Pustaka

Krugman. Paul, R. dan Maurice Obstfeld, 1994, Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakannya, Edisi Ke-2. PT Grafindo Persada: Jakarta.
Salvatore, Dominick, 2004,  Ekonomi Internasional, Edisi Ke-5. Drs. Haris Munandar, Penerbit Erlangga: Jakarta.


Gusti Pares
Jurusan Akuntansi UNSRI
01111003037